Overload
Dustbin
GUBRAK !!!
Mungkin
seisi rumah langsung memuntahkan apa yang mereka makan, atau menjatuhkan apa
yang mereka pegang gara-gara bunyi itu. Dan benar saja, telingaku langsung
menangkap gelombang suara seperti suara para demonstran di jalanan. Suara yang
bisa langsung kutafsirkan sebagai ancaman.
QIAND
!!! seru papa, mama, dan kakakku bersamaan.
Ya,
mungkin jika kamu ada di rumahku pun kamu akan melakukan hal yang sama. Siapa
yang terima pukul 07.00 pagi sudah di kagetkan dengan bantingan bantal ke
pintu. Dimana saat-saat seperti ini menjadi waktu tenang untuk sarapan. Tapi
tidak untukku.
***
Singkat
cerita kini aku sudah ada di depan meja makan. Menatap nasi goreng buatan mama
yang bisa kujamin enak seratus persen. Namun yang membuatku tak enak, tatapan
orang-orang yang berkumpul di meja ini. Seolah ingin mengulitiku.
“Kenapa
pagi-pagi kamu banting-banting pintu Qiand?”, tanya papa padaku.
“Mau
sampai berapa kali mama panggil tukang buat benerin pintu kamu itu, ini udah
yang ke-lima kalinya”, tukas mama.
“Qi suka
sama tukang reparasinya ma”, sahut kakak yang langsung kususul dengan cubitanku
di lengannya.
“Qi cuma mimpi
buruk kok, trus Qi kaget, yah lempar deh”, jawabku sekenanya.
“Yasudah
kalian berangkat sekolah sana, ntar telat lagi”, tutup mama.
***
Kamis
sore di sebuah cafe. Aku duduk bersisian dengannya. Menikmati segelas cappucino
dingin dan wifi gratis yang disediakan. Kulirik sekelilingku. Rata-rata orang
yang sudah berumur yang duduk disini, dan beberapa mahasiswa. Semuanya laki-laki.
Aneh memang keputusanku untuk menemaninya hari ini.
Kita
tertawa bersama. Membicarakan hal-hal lucu. Bercanda tanpa peduli sekeliling
kita. Aku nyaman seperti ini.
“Ga ada
cowo ganteng apa” ledekku
“Aku
paling ganteng disini”
“Yee, GR
banget kamu”
“Iya
donk, kalo aku sama kamu, aku harus paling ganteng. Yang lain jelek semua. Kan
aku cuma milikmu”
Huh. Aku
benci kata-kata seperti itu. Kau mengucapkannya berulang-ulang yang hanya
kujawab dengan diam. Mengapa kata-kata seperti “Kita masih pacaran” dan “Kamu
mencintaiku” yang beruntun kau ucapkan. Aku gerah.
“Kok diem
aja sih.”, tanyamu heran.
“Ian,
mungkin mudah bagimu berkata seperti itu. Tapi sadarkah kamu, aku bukan
siapa-siapa lagi bagimu. Tolong, hargai perasaanku.”
“Maaf,
gitu aja ngambek”
“Huh, kamu
ga pernah ngerti Ian. Mungkin kalau rasa ini, udah ga ada. Dan aku juga udah ga
di sampingmu. Kamu akan mengerti.”
Mataku
berkaca-kaca. Sekejap hilang tawa dan canda tadi. Kubereskan barang-barangku
dan berlari meninggalkannya.
***
GEDEBUK.
“Aaaaawwwwww,
pake mata donk” teriakku begitu bola basket itu menghantam kepalaku hingga
pelipisku berdarah.
“Qi,
maaf. Aku ga sengaja. Kita ke UKS ya” suara cowo itu panik.
Tunggu,
aku tau suara ini !!! benar saja, ketika ku menoleh, Ian berlutut di depanku.
Maka tindakanku selanjutnya adalah berlari meninggalkannya yang berusaha
memanggilku. Mengabaikannya.
***
Aku masuk
ke UKS, sepi. Kucari kotak obat dan langsung mengobati lukaku. Aku duduk di
tepi ranjang.
“Seandainya
menutup luka hati yang kau toreh semudah menutup luka ini” batinku.
Ponselku
berdering, satu pesan masuk.
“Kmu gpp Qi ?. Ak khwtir. Maafin ak, bsa ktmu
nnti plang skolah di tman biasa?”. Ian.
Huft. Aku
menghela nafas panjang. Kamu pasti mau curhat lagi.
Jujur aku
lelah. Selalu mendengarkanmu. Memberi saran. Menghibur kala kau sedih. Ikut
tertawa jika kau senang. Mungkin jika aku cewe lain, sudah lama aku
meninggalkanmu. Tapi karena aku Giandra Qiandwifa, aku punya kemampuan membaca
hati dan pikiranmu. Kemampuan ini membuatku selalu tau apa pun tentangmu.
Kecuali, perasaanmu padaku. Aneh memang. Awalnya aku senang punya kemampuan
seperti ini. Tapi lama kelamaan, aku merasa jadi seperti tong sampahmu. Yang
kau datangi hanya ketika kau punya sesuatu yang harus kau buang. Dan ini
perlahan mengikis hatiku. Perih.
Kumatikan
ponselku dan berjalan ke kelas. Anggap hari ini aku tak terima pesan apa-apa
darimu.
***
Sepulang
sekolah aku langsung menculik kakakku agar ia langsung membawaku pulang. Aku
tak mau harus bertemu Ian dulu. Firasatku dia sedang mencariku.
***
“Kmna kmu tdi Qi ??, Ak cape nyariin kmu. Ak
k ruma kmu y”
Pesan
Ian. Belum sempat ku balas, mama sudah memberitahuku kalau Ian sudah menunggu
di luar. Huh. Dengan berat ku langkahkan kakiku menemuinya.
***
Benar
dugaanku. Kau ingin hari ini pun aku jadi tong sampahmu. Kau bercerita tentang Dila,
lagi. Aku muak mendengar ceritamu. Mendengar wanita yang telah merebutmu dariku
itu kini benar kau cintai, meski kau telah putus dengannya dan punya pacar
lagi. Huh, kau tau aku sangat anti terhadap pacar orang. Dosa bagiku mendekati
yang bukan milikku.
Semenjak
kita putus kau selalu mencurahkan segalanya padaku. Segalanya. Dengan siapa kau
jatuh hati, siapa wanita yang sedang kau incar. Mungkin selama ini aku terus
mendengarkanmu dengan senyum, atau lebih tepatnya seperti tersenyum. Setiap
saat ku lihat status facebookmu selalu tertuju untuknya. Dan kau paksa aku
memberikan jempolku untuk semua tulisan itu. Bahkan 2 hari yang lalu kau
tuliskan lirik lagu Sandaran Hati dari Letto lalu kau tag dia dan
teman-temanmu, tapi tak ada aku disana. Apa kau tak pernah mengerti perasaanku,
Ian. Tak salah kan hari ini jika ku bilang,
“Kamu tau
gimana rasanya jadi aku, Ian?”
“Maksudnya?”
“Kamu tau
gimana rasanya begitu berusaha melupakan seseorang, tapi setiap kau terbangun
dari tidurmu, selalu wajahnya yang terbayang. Kau lupa semua mimpimu kecuali
mimpi tentangnya. Kau selalu memikirkannya sedangkan ia...”
Mataku
mulai terasa perih.
“Tak
pernah memikirkanmu...”
Airmata
perlahan mengalir dari ujung mataku. Perih, Ian. Inilah yang kurasakan saat
ini. Rasa ini yang sudah berbulan lamanya kutahan agar kau tak tau. Rasa ini
yang terus ku pungkiri agar aku tegar mendengar ceritamu. Dan hari ini rasa ini
berdemo untuk keluar.
Kulihat kau
tertegun. Kau berusaha menarik lenganku, tapi ku tepis. Kupalingkan wajahku.
Berharap kau tak tau aku menangis. Kau tak boleh tau.
“Kasian
ya kamu”, ucapmu pelan.
Oh Ian.
Hanya kata itukah yang bisa kau ucapkan. Airmataku semakin berlinang. Aku
pusing. Tapi ku tahan untuk tak bersandar di bahumu. Aku ingin kuat, Ian. Aku
ingin melangkah. Hidupku sudah lama kutau tak disini.
“Iya,
kasian ya jadi aku. Kamu ga akan pernah ngerti, kamu ga rasain apa yang aku
rasain.”
Hening
sejenak.
“Aku
pikir karena kamu punya banyak pacar, lalu kamu pernah bilang kalau kamu cinta
Fariz. Aku pikir rasa itu ga ada lagi buatku. Kamu tau kan alasan aku selalu
kesini. Karena aku cinta kamu, Qi. Kamu teman dan pacar terbaikku. Kamu tau aku
ga akan dengerin orang lain selain kamu. Tapi...”
“Cukup
Ian. Aku tau cinta seperti apa yang kita jalani dulu. Aku tau rasa yang
sama-sama kita rasakan saat kita harus berpisah. Namun aku selalu memilih untuk
mengalah. Aku mengerti aku tak harus selalu memilikimu. Saat kulihat sinar
wajahmu bahagia bersamanya, aku merelakanmu. Walau aku yang merubahmu, walau
aku yang mengenalkan semuanya padamu. Tapi jika rasa sayangmu telah terbagi
untuknya, aku tak ingin jadi penghalang. Aku bahagia jika kau bahagia.”
Terisak
ku ungkapkan semuanya. Berton-ton beban yang selama ini menumpuk di relung
hatiku perlahan keluar bersama perasaan dan airmataku.
“Kebersamaan
kita memang menyakitiku, Ian. Tapi semoga tak menyakitimu.”
Kau mulai
merasa bersalah.
“Maaf,
aku banyak salah sama kamu.”
Kau
mendekapku erat. Aku tak bisa lagi menahan tangisanku. Aku telah lama didera.
Kurasa kau mengerti. Kau pun ingin menangis, tapi tak ingin dilihat. Beberapa
saat hanya isakanku yang terdengar. Lalu kau mengambil langkah. Beranjak,
pulang, meninggalkanku. Batinku seolah terinjak oleh sikapmu ini. Kau mengelus
lembut kepalaku. Tapi aku langsung berlari ke kamar. Menangis sejadi-jadinya.
Agar hari ini menjadi hari terakhir aku dan kamu.
Kau
lelaki pengecut, Ian. Delapan bulan kita bersama, tak membuatmu bisa
menghargaiku sedikit saja. Kau selalu inginkanku, dan dia. Kau lelaki serakah.
Namun aku, tak bisa tak mengalah demi semua keinginanmu. Aku tau itu hidupmu.
Namun aku tak suka kau terus berlari setiap kali kau temui masalah di jalanmu.
Dan aku juga tak suka selalu menyelesaikannya untukmu.
Pias.
***
Facebook...
Giandra Qiandwifa “Wajahmu tadi sore tak akan pernah ku
lupakan. Terima kasih sudah mendekapku kala ku menangis. Semoga kita bertemu di
waktu yang lebih baik J”
*selamattinggal08052010selamanyaa...
Anda dan 9
teman lainnya menyukai status ini
Coment
Created :
27/02/2011