Saturday 20 October 2012

Cerpen ~ Di Ujung Pelangi

Di Ujung Pelangi

Mungkin hanya ada satu tempat yang cocok untuk menggambarkan posisimu, di ujung pelangi. Ya, tempat yang mungkin tak satupun orang akan menemukannya. Karena pada kenyataannya pelangi tak berujung. Seperti cinta yang ku rasakan padamu...
16 Maret 2010
Aku berjalan tergesa-gesa menuju ekskul seni lukis. Pelajaran tambahan hari ini membuatku terlambat ikut ekskul kesayanganku. Bruk ! Tiba-tiba aku menabrak seseorang. Aaaaahhh sial, dia pasti akan marah besar padaku. Aku berulang kali minta maaf sambil membungkukkan badanku ketakutan. Tapi suaranya lembut berkata, “Udah ga apa-apa. Salahku juga sih keasikan lari-larian. Hehehe”. Ku tengadahkan wajahku perlahan. Sesosok tubuh tegap tinggi berdiri persis di hadapanku. Tergurat sebuah senyuman dari bibirnya. Kemudian ia kembali berlari bersama teman-temannya. Ku paskan letak kacamataku. Menatapnya hingga tak terlihat lagi di tikungan koridor. Sambil bergumam, "hmm, how a nice day with a nice guy".

2 April 2010
Tentu saja sudah dua minggu berlalu sejak kejadian itu. Sejak saat itu aku sering kali mencarinya. Berharap menemukan lagi sosok laki-laki pujaan hatiku itu. Tapi nihil. Ia tak ku temukan dimanapun.

15 April 2010
Kamis yang terik. Rasanya hampir pingsan aku karena dehidrasi akibat radiasi yang ku rasakan akhir-akhir ini semakin menggila, kalau saja tak kulihat senyummu disana.
Ya, kau si pujaan hatiku. Saat ini kau sedang rela panas-panasan hanya untuk mengajari teman-teman dan juniormu teknik melukis andalanmu, hanya menggunakan satu warna bergradasi. Aku tau kau mulai tak nyaman dengan sinar matahari ini. Keringat mulai mengucur dari dahimu. Berulang kali kau menyekanya. Yang di translate otakku sebagai pose paling sempurna dari dirimu.
Perlu kau ketahui, saat ini aku sedang jatuh cinta padamu.

28 April 2010
Namamu Richi, atau biasa di panggil Ichi. Oh Tuhan, aku tau namamu. Kau tau betapa senangnya aku saat ini ? Akhirnya setelah satu bulan lebih mengagumimu aku tau namamu. Oh aku memang gadis bodoh. Semua orang di sekolah tau namamu kecuali aku. Aku bodoh membutuhkan waktu yang begitu lama hanya untuk mengetahui siapa kamu, laki-laki pujaanku.

9 Mei 2010
Ini hari minggu. Dan tak biasanya hari ini aku sudah berdandan rapi. Mengenakan rok biru muda dengan dress berwarna senada. Lengkap dengan tas kecil warna biru dongker yang di belikan ibu kemarin. Satu yang berbeda hari ini, aku tak lagi menguncir rambutku, aku membiarkan rambutku tergerai dan menjepitnya dengan jepit pita kecil yang juga berwarna biru. Ibu sampai pangling melihatku. Hehehe, ini semua ku lakukan untuk menarik perhatianmu. Dalam waktu satu minggu aku sudah berhasil mengumpulkan semua informasi tentangmu, warna kesukaanmu, makanan favoritmu, tempat-tempat yang sering kau kunjungi, hobymu, tempat tinggalmu, teman-temanmu. Dan hari ini aku akan ke toko buku, tempat yang selalu kau kunjungi di hari minggu. Alasan aku mengenakan pakaian serba biru juga karena, ini warna favoritmu.
Wow, efek jatuh cinta ternyata dashyat juga.
Di toko buku terbesar di kota ini, akhirnya aku menemukanmu lagi. Kamu terlihat seperti biasa. Casual dan santai. Aku mendekat diam-diam. Dan di luar dugaanku, kau mengenaliku. Tentu saja aku senang bukan main. Ternyata kau mengingatku. Satu kata-katamu yang tak akan pernah ku lupakan di hari itu, “Kamu terlihat cantik seperti itu”.

2 Juni 2010
Waktu-waktu terus berlalu sejak kejadian itu. Aku semakin sering bertemu denganmu. Di kantin, di lapangan, di ekskul seni lukis. Dan semakin banyak tau tentangmu. Kau laki-laki periang, lucu, supel, pintar, dan ramah. Sepertinya perasaan ini semakin membuncah tiap melihatmu. Suatu saat nanti kau harus tau tentang ini, pangeranku.

15 Juni 2010
Harusnya aku tak datang ke ekskul lukis hari ini. Jika hari ini akan menjadi hari terberat dalam hidupku. Aku melihatmu, pujaan hatiku, menggenggam tangan seorang gadis dan berjalan pulang bersamanya di depan mataku. Gadis itu bergelayut manja di lenganmu. Gadis yang cantik. Betapa kalian adalah pasangan yang serasi.
Mataku memanas. Hatiku teriris. Tak sanggup ku saksikan momen itu.

19 Juni 2010
Ternyata kau sudah punya kekasih. Aku terlalu lama menyadarinya, atau aku tak ingin sadar akan hal itu. Abel nama gadis itu. Gadis yang tempo hari ku lihat bermanja padamu. Memang ia tak sebanding denganku. Abel bertubuh kecil, berkulit putih, wanita yang supel. Sedangkan aku Anastasia. Hanya gadis berkacamata yang kutu buku. Yang rambutnya selalu terikat tanpa gaya. Yang kemanapun selalu sendirian. Yang tak ada satu orang pun memperhatikan aku. Tentulah aku tak ada arti di matamu jika seorang gadis secantik Abel ada di sisimu.
Aku iri padanya. Andai aku secantik dia. Pasti mudah bagiku mendapatkan cintaku.

19 Juli 2010
Sejak hari itu aku menjauhimu. Membuat jarak berkilo-kilo jauhnya. Agar semuanya kembali seperti semula. Kau tak mengenalku, dan aku pun kembali ke kehidupan monotonku sebelum bertemu kamu.
Sampai satu hari aku begitu tersiksa dengan semua kenyataan itu. Jarak yang ku buat malah membuatku merindukanmu. Setiap aku mencoba berpaling, setiap itu juga aku menemukan sosokmu. Aneh, hal ini yang selalu ku harapkan dulu, bertemu denganmu. Tapi sekarang menjadi hal yang paling menakutkan bagiku.
Akhirnya aku mencoba berubah. Mulai dari penampilan, hingga cara bergaul. Semua orang sadar akan perubahanku dan mereka menerimaku dengan baik. Kecuali kamu, hari itu kamu bilang, “Kamu semakin aneh sejak terakhir kali kita bertemu”.

28 Agustus 2010
Kamu tau, efek perubahanku ternyata begitu menyenangkan. Sudah ada 3 laki-laki yang menyatakan cintanya padaku, tapi semuanya ku tolak demi menanti kau berpaling padaku. Tapi entah mengapa jadi begitu lama. Padahal aku bukan lagi Anastasia yang dulu. Aku tidak lagi memakai kacamata tebal, dan beralih ke lensa. Aku tak lagi memakai rok-rok panjang, cukup setinggi lutut. Aku mulai mengenakan sepatu bertumit tinngi. Aku mengenakan aksesoris. Aku tak lagi membiarkan rambutku terikat, kini ia tergerai bebas dengan sedikit gelombang. Aku kini setara dengan Abel, tapi, mengapa kau tak melihatku.

23 Agustus 2010
Ku pikir tak cukup hanya merubah penampilanku untuk menarik perhatianmu. Jadi ku putuskan untuk lebih agresif mendekatimu. Di setiap celah yang ku temui aku selalu mengajakmu bicara, mengobrol lebih banyak. Tapi sikapmu acuh.

2 September 2010
Hari ini hujan. Aku benci hujan yang selalu menahan langkahku. Tapi kali ini aku mulai menyukainya, karena ia menahan langkahku, sekaligus langkahmu, sehingga kita berdua terjebak di koridor kelas tanpa bisa kemanapun. Hanya kita berdua saja.
Masih ku ingat percakapan hari itu.
“Ga bawa payung yah ?” ucapku membuka pembicaraan.
“Engga” kau menoleh sambil tersenyum.
“Trus kok senyum-senyum sendiri, kamu kan terjebak sekarang. Atau kamu suka hujan ya ?” tebakku.
“Hmhm, engga. Tapi Abel suka.” kau kembali tersenyum.
Andai hujan tak begitu deras, kau pasti bisa mendengarkan detak jantungku. Yang semakin cepat ketika kau ada disisiku. Atau andai hujan tak membawa kabut. Kau pasti sudi melihat reaksiku ketika kau berbicara tentangnya. Aku tersakiti.
“Kamu, benar-benar cinta Abel ya ?” tanyaku perlahan.
“Iya” senyummu merekah, pipimu memerah.
“Kenapa ?” mataku mulai memanas.
“Kenapa ?” kau mengerutkan dahi keheranan.
“Iya kenapa. Kenapa Abel. Kenapa harus Abel.”
“Hhmm, ga ada alasan kenapa harus dia, atau kenapa harus kamu. Cinta itu datang begitu saja. Dan saat ini cinta itu datang dari Abel. Cinta lain memang kemudian datang setelah Abel, tapi cinta Abel mampu membuatku bertahan hanya melihatnya kemanapun aku menoleh.”
Aku hanya diam menyembunyikan wajahku. Aku malu. Semua usahaku tak bisa membuatku mendapatkanmu, apalagi cintamu. Hujan masih tetap deras. Namun kau sudah tak bisa menunggu lagi.
Kau coba terobos air yang terus menerus jatuh dari langit itu. Dan diriku tak bisa lagi membiarkanmu pergi. Jadi aku berteriak...
“Apa yang kurang dari diriku Ichi. Aku merubah penampilanku. Cara bergaulku. Hanya agar aku setara denganmu. Hanya agar kau mau menoleh lebih lama padaku. Kamu tau, sejak pertama kali melihatmu aku jatuh cinta padamu. Berbulan-bulan aku mengagumimu. Meski tau kau sudah punya kekasih aku tak menyerah. Karena aku mencintaimu Ichi !!!”.
Entah apa kau mendengar teriakanku dalam hujan sederas ini. Tapi kau menghentikan langkahmu dan berbalik menolehku.
“Cinta bukan sesuatu yang memaksa seseorang untuk berubah. Seseorang yang mencintaimu pasti akan menerimamu apa adanya. Dan kau akan bahagia.”
Hujan perlahan mereda.
“Cinta tak akan membiarkanmu menangis sendirian. Oleh sebab itulah cintamu bukan aku. Bukan karena aku mencintai orang lain. Tapi aku hanya bukan seseorang yang di takdirkan untuk mencintaimu.”
Ternyata di kabut seperti ini pun kau masih bisa melihatku menangis. Ternyata kau selalu melihatku. Tapi aku tak pernah tau. Aku terus berubah demi dirimu, tanpa peduli kau suka atau tidak dengan perubahan itu.
“Tak perlu berdandan atau bergaul dengan banyak orang hanya untuk berteman denganku. Jujur aku lebih senang melihat gadis berkacamata yang dulu sering duduk di perpustakaan dari pada yang saat ini lebih sering menghabiskan waktu di kantin. Kembalilah seperti dulu Anastasia.”
Hujan benar-benar reda kini. Secercah cahaya mulai muncul dari langit, membentang sebuah pelangi. Kau tersenyum padaku. Dan kembali berjalan ke arah pelangi itu. Semakin lama semakin jauh. Seiring munculnya matahari yang memudarkan warna pelangi, bayanganmu pun memudar dari mataku.
Kau adalah sesosok laki-laki penuh pesona yang ada di ujung pelangi. Tempat yang tak akan terjangkau oleh cintaku. Tetapi memungkinkan mataku untuk terus melihatmu. Walau dalam jarak pandang yang terbatas.
Aku tak akan lagi mengejarmu ke ujung pelangi. Kini aku hanya akan mengaguminya dari jauh. Sebagai sosok yang pernah ku cintai.


Created : 23/02/2012