Friday 15 March 2013

Cerpen ~ Putar Kembali Waktu

           “Untukmu, aku ini seperti apa?” tanya Ceres.
“Mmm, seperti Ceres.” jawab Orion sambil tertawa.
“Iiih, ya tentu saja aku Ceres. Aku kan memang Ceres. Memangnya aku siapa lagi?”.
“Hahaha. Bukan, bukan. Maksud ku Ceres, si asteroid unik. Satu-satunya asteroid yang berbentuk bundar, utuh. Seperti kamu, satu-satunya wanita yang utuh di hatiku”, Orion tersenyum.
“Gombal”, Ceres menjulurkan lidahnya.
“Serius, kamu seperti itu untukku”, jawab Orion dengan wajah serius.
“Jika benar seperti itu, mengapa kita masih seperti ini? Mengapa kamu belum juga melepaskan Pleiades. Apa karena dia adalah dewi sedangkan aku hanya asteroid, jadi kamu tidak bisa mencintaiku?”
Orion hanya terdiam.
###

Orion masih terpaku di depan gundukan tanah yang masih baru. Berulang kali membaca nama di nisannya karena ia tidak percaya. Ia tidak percaya gundukan tanah di depannya ini adalah milik wanita itu. Hari masih terlalu pagi untuk beranjak dari sini, dan untuk melupakan kejadian semalam. Ketika wanita itu meregang nyawa, tepat di depan matanya...
Orion melihat wanita itu berjalan ke seberang. Baru saja hendak ia panggil namanya ketika mini van itu melaju kencang dan menghempas tubuh wanita itu ke tepi jalan. Sejenak Orion kaku, sebelum ia berlari menghampiri tubuh wanita itu yang sudah tidak berdaya dengan darah segar keluar dari pelipisnya. Orion mengguncang tubuh wanita itu namun ia tak bergeming. Orion berteriak sejadinya namun tak ada orang disana. Orion menyalahkan dirinya sendiri ketika setibanya di rumah sakit dokter mengatakan wanita itu sudah tidak tertolong.
Langkah kaki terseret membawanya meninggalkan tempat pemakaman ini.
###
Bruk!!!
“Aw”, pekiknya.
“Maaf, maaf. Aku sedang terburu-buru dan tidak melihatmu berjalan ke arahku”, ucap Orion terbata.
“Sudalah, tidak apa-apa. Tapi lain kali kamu harus lebih hati”, ucap wanita itu sambil merapikan pakaiannya, ia kemudian mengangkat kepalanya, menatap Orion.
“Ka.. kamu?”, ucap Orion tidak percaya.
“Ada apa?”
“Ceres ku”, ucap Orion sebelum akhirnya memeluknya erat.
“Hey, hey, lepaskan aku, aku bukan Ceres mu”, wanita itu meronta.
Orion akhirnya tersadar dan melepaskan wanita itu. Wanita itu menatapnya dengan pandangan aneh lalu pergi dengan takut, ia pikir laki-laki ini pasti sudah gila. Tentu saja, mana mungkin itu Ceresnya.
###
“Siapa laki-laki tadi, rasanya aku pernah lihat di suatu tempat, tapi dimana ya? Ah, sudahlah. Lagi pula laki-laki itu tidak sopan. Masa baru pertama kali bertemu dia langsung memelukku. Laki-laki macam apa itu? Jangan-jangan dia gila? Ah, menakutkan sekali jika harus bertemu dengannya lagi.”, desah Ceres
###
“Wanita tadi itu. Dia.. dia.. dia mirip sekali dengan Ceres. Tanpa sadar aku langsung memeluknya. Kenapa aku ini? Ceres sudah pergi, dia tidak lagi disini, tidak akan pernah bisa lagi kembali kesini. Tapi wajahnya. Cara berjalannya. Senyumnya. Tidak mungkin begitu mirip. Aku hapal benar tentang Ceres, dan aku yakin itu pasti dia. Ini terdengar mustahil tapi, tapi... Aku harus bertemu dengannya lagi.”, ucap Orion pasti.
###
Di suatu petang di sebuah taman yang dipenuhi crhysantemum, si lambang cinta sepanjang masa yang berwarna-warni, Orion berharap kembali bertemu dengan wanita itu. Tentu saja ia pergi ke tempat yang tepat. 3 tahun yang lalu disini lah ia bertemu untuk pertama kalinya dengan Ceres. Dan dugaannya tepat. Wanita itu berjalan melewati jembatan menuju ke arahnya. Dengan mengatur timing yang tepat, Orion menarik tubuhnya yang hampir saja diserempet pesepeda yang kehilangan remnya hingga mereka berdua terguling ke rumput yang agak basah di tepi jalan setapak itu. Orion tahu, karena kejadian ini sama seperti 3 tahun lalu.
“Makasih ya, kalau ga ada kamu aku tidak tau apa yang akan terjadi pada diriku sekarang”, ucap wanita itu berterimakasih.
“Iya, bukan masalah besar”, Orion merapikan bajunya sambil tersenyum.
“Tapi pakaian kamu jadi kotor begini”
“Tidak apa-apa, aku ini bisa dibersihkan nanti. Oh iya, boleh aku tau namamu?”
“Iya, namaku Ceres. Namamu siapa? Maaf ya,  terakhir kali kita bertemu aku bersikap kasar padamu”
“Namaku Orion. Waktu itu aku yang salah, langsung memelukmu padahal kita baru pertama kali bertemu. Lupakan saja. Bagaimana kalau sekarang kita jalan-jalan di sekitar sini. Hari ini crhysantemum sepertinya lebih cantik dari biasanya”, Orion mulai merayu.
“Hmm, baiklah. Lagipula aku kemari memang untuk melihat mereka”, Ceres memandang crhysantemum itu dengan bahagia.
Begitulah akhirnya mereka menghabiskan sepanjang petang bersama. Semuanya berjalan lancar, seperti 3 tahun yang lalu.
###
“Sudah ku duga dia Ceres. Kalau bukan mengapa aku bertemu dengannya hari ini, tepat di hari yang sama dan di tempat yang sama ketika kamu bertemu 3 tahun lalu, juga dengan kejadian yang sama. Tapi mengapa ia kembali? Bukankah baru kemarin pagi aku mengusap nisannya. Aah, aku tidak peduli, dia benar-benar Ceres atau bukan. Hatiku berkata aku harus memanfaatkan kesempatan ini untuk membahagiakannya, untuk menyatakan cinta. Hal yang tidak sempat aku lakukan sebelumnya.”, gumam Orion.
###
“Laki-laki itu baik juga. Tampan pula. Sepertinya aku jatuh cinta padanya. Aaahhh, cinta tu indah sekali ya rasanya. Tapi tunggu dulu. Aku kan baru sekali bertemu dengannya, aku bahkan belum tahu dia orang yang seperti apa. Tapi...”, Ceres tidak dapat melanjutkan kata-katanya.
Ceres meraba dadanya, ada detak-detak tak karuan disana. Ngilu sekali rasanya. Membuatnya selalu menyunggingkan senyum di bibirnya tanpa ia sadari. Mungkinkah ini yang disebut-sebut sebagai cinta itu? Entahlah, yang jelas sepertinya detak di jantungnya belum akan berhenti untuk beberapa waktu ke depan.
###
Sudah 30 hari ia lalui bersama Ceres lagi. Setiap hari ia menemui Ceres, mencoba membuatnya bahagia, mengatakan cinta setiap hari. Orion berharap ia tidak lagi menyesal nanti.
Orion menggunting potongan koran yang mengabarkan berita kecelakaan yang menewaskan Ceres lalu memasukkannya ke saku jas hujannya. Di luar tetesan hujan masih turun dengan deras membawa aura dingin yang menusuk. Tapi Orion tidak bisa menunggu lagi, ia tidak bisa menyia-nyiakan waktu lagi, seperti dulu.
Cepat-cepat ia menyambar jas hujannya, mengenakan sepatu, dan berlari ke luar rumah menerobos hujan. Ia berjalan di pinggiran cafe-cafe di jalan Tulip street, jalan yang terkenal sebagai saksi bisu pertemuan seorang anak manusia dengan cinta sejatinya. Begitu pula pertemuannya dengan Ceres.
Ia melihat ke dalam cafe Venus dari jendela, dan menemukan sosok Ceres sedang menyeruput minuman hangat dari gelasnya. Lagi-lagi Orion tahu ia pasti akan menemukan Ceres disini. Karena seperti inilah kejadian 3 tahun lalu.
Orion masuk ke cafe dan duduk tepat di depan Ceres. Ceres kini melihatnya dengan bahagia. Ia merasa telah jatuh cinta pada Orion.  Mereka berbincang seru sampai akhirnya Orion merasa dirinya harus ke kamar kecil. Ia merogoh saku jas hujannya mencari sapu tangan, dan tanpa ia sadari potongan koran yang disimpannya terjatuh.
Ceres menemukan potongan itu dan membacanya dengan tatapan penuh tanda tanya.
“17 Februari 2013. Seorang wanita meregang nyawa setelah ditabrak oleh sebuah mini van yang dikendarai oleh seorang pemabuk di jalan Lilac. Ceres Astridia (20), terlambat ......”
Begitulah potongan berita yang tertulis di potongan koran itu. Ia sudah akan marah ketika melihat Orion sudah kembali dan menemukannya tengah memegang potongan koran itu.
“Apa maksudnya ini? Aku kan belum mati. Apa maksud berita yang menuliskan kejadian besok ini?”, serang Ceres bertubi-tubi.
“Itu.. itu.. itu kejadian yang akan menimpamu”, Orion menjawab dengan ragu.
“Tidak, kamu sudah gila. Aku tidak mau lagi bertemu denganmu”, ucap Ceres sebelum ia akhirnya berlalu dari hadapan Orion.
Orion berusaha menghentikannya namun sia-sia. Ceres terlanjur membencinya.
###
Hari ini, 17 Februari 2013. Tepat hari dimana Ceres mengalami kecelakaan. Dan Orion saat ini tengah menunggunya melewati jalan itu agar bisa menyelamatkannya. Ceres kemudian melintas di hadapannya. Orion berteriak memanggilnya namun ia acuh. Mini van itu hanya beberapa meter lagi dari Ceres. Merasa peringatannya tak berarti, Orion melompat ke depan mini van itu dan mendorong tubuh Ceres. Mereka berdua selamat, hanya saja kepala Ceres sempat terbentur trotoar hingga kini ia dalam keadaan kritis.
“Ceres, Ceres. Bangun. Maafkan aku karena terlambat menyelamatkanmu”, ucap Orion berlinang airmata.
Unit gawat darurat itu tetap sunyi. Hanya terdengar isakan Orion disana. Karena Ceres tak juga bergeming. Para dokter sudah keluar setelah selesai memberikan pertolongan pertama pada Ceres dan memberikan mereka berdua waktu untuk bersama.
Dua jam telah berlalu...
“Ceres, maafkan aku. 3 tahun ini aku menyia-nyiakanmu. Menepis rasa cinta yang sebenarnya sudah sedari dulu aku rasakan padamu. Aku bodoh Ceres, aku tahu itu. Tapi aku tetap harus mengatakannya padamu. Aku mencintaimu. Aku mencintaimu”, bisik Orion.
Pelupuk mata Ceres bergeming, perlahan ia membuka matanya.
“Ceres, Ceres? Tenang dulu ya, aku akan panggilkan dokter, ucap Orion hendak pergi.
“Jangan, jangan Orion. Tetaplah disini. Waktuku tidak lama lagi.”, Ceres berkata lirih.
Orion pun mendekat dan menggenggam tangannya.
“Orion, sejak dulu aku sudah mencintaimu. Aku tidak punya kekuatan untuk menjauh darimu meski aku tahu kamu sudah punya kekasih. Ingatan ku telah kembali, dan waktuku tinggal sedikit lagi. Jadi ku mohon dengarkan aku, jangn pergi lagi”, pinta Ceres.
“Iya, Ceres. Aku juga mencintaimu. Di malam ketika kau tertabrak mini van itu, aku berada tepat di belakangmu. Aku akan berteriak aku mencintaimu. Tapi aku terlambat. Ceres, ku mohon jangan tinggalkan aku lagi”, Orion mengecup keningnya.
“Orion, aku telah mati. Seseorang di surga memberiku kesempatan untuk kembali kesini untuk menemukan cinta sejatiku, dan aku berhasil menemukannya. Aku menemukanmu.”
Sesaat suasana hening, Ceres terlihat susah melanjutkan kata-katanya.
“Dan ini sudah hari ke-31 sejak aku kembali. Hari ini ia akan menjemputku. Dan jika aku mati sekarang. Aku akan baik-baik saja. Karena aku percaya. Meski setelah aku menghilang, semangat ku akan tetap hidup.”
Orion mengusap kepala Ceres dengan penuh kasih sayang. Airmatanya tidak berhenti mengalir.
“Orion, aku pernah merasa takut akan mati. Aku pernah berfikir bahwa kematian adalah akhir dari segalanya. Tapi itu dulu. Aku tidak takut lagi. Aku tau bahwa jiwaku akan lebih damai lagi setelahnya. Aku mungkin tidak pernah menemukan jawaban untuk segalanya. Aku mungkin tidak pernah mengerti kenapa. Aku mungkin tidak pernah mempercayai apa yang aku inginkan untuk menjadi kenyataan. Tapi aku tau, aku masih harus berusaha. Karena itu aku tidak pernah beranjak dari sisimu.”
“Ceres...”
“Sst, biarkan aku melanjutkan kata-kata ku. Teruslah berjalan, jadilah kuat! Jangan menangis di nisanku! Karena aku tidak lagi di sini. Tapi tolong jangan pernah biarkan ingatanmu tentangku menghilang. Aku lebih baik disana. Kamu tidak perlu memutar kembali waktu. Tidak perlu menyalahkan Tuhan. Salahkan aku, karena tidak bisa membuat waktu yang diberi Tuhan cukup untuk membahagiakanmu.”, ucap Ceres sambil menghapus airmata Orion.
Seseorang berpakaian hitam sedari tadi memperhatikan mereka berdua di dekat pintu. Ya, sang malaikat telah tiba. Diam-diam ia meneteskan airmata, mengenang keadaan yang sama yang dulu ia alami bersama wanita yang kemudian mengkhianatinya. Tapi akhirnya ia kembali percaya, cinta sejati itu ada dan akan selalu ada. Ceres dan Orion membuktikannya. Ceres tersenyum ke arah sang malaikat seolah mengerti.
“Tidak apa-apa Orion, tidak apa-apa. Aku baik-baik saja...”, ucapan terakhir Ceres sebelum akhirnya ia menutup matanya dan tak bergeming lagi.
Orion terus mengguncang tubuh Ceres, tapi tak ada respon berarti. Airmatanya yang tak berhenti mengalir membuat pandangannya kabur dan perlahan semuanya menjadi gelap...
###
Sebelumnya, di Surga...
“Huhuhuhuhuhu”, isak Ceres sesenggukan.
“Kamu kenapa? Baru mati ya? Kalau baru mati memang seperti itu. Sedih, tidak terima, merasa ada yang belum terselesaikan, padahal disini jauh lebih baik daripada di bumi yang penuh dengan orang-orang jahat itu”
“Kamu siapa? Jangan sok tau! Di bumi aku punya seseorang yang sangat mencintaiku! Aku tidak ingin meninggalkannya sekarang, dia belum.. belum..”
“Belum apa? Belum menyatakan cinta padamu? Belum memintamu jadi kekasihnya, kemudian jadi pendamping hidupnya selamanya? Bukankah sejak dulu dia memang tidak pernah berniat mengatakannya padamu”
“Heh! Kamu ini bener-bener sok tau ya! Kamu itu cuma malaikat! Kamu tidak pernah hidup di bumi, merasakan bagaimana rasanya mencintai seseorang, dan dicintai seseorang”
Sang malaikat pun terdiam mendengar perkataan Ceres.
“Aku pernah, tinggal di bumi. Aku pernah begitu mencintai seseorang, juga dicintai olehnya. Aku juga pernah merasakan apa yang kamu rasakan”, malaikat bercerita dengan nada sendu.
Ceres pun tersentuh hatinya mendengar cerita sang malaikat. Ia pun duduk di sisi malaikat dan merasa bersalah.
“Maaf ya, aku berbicara kasar padamu. Aku tidak seharusnya seperti itu, meskipun kamu tidak mengerti apa itu cinta, aku tetap tidak seharusnya marah-marah begitu. Apalagi ini pertama kalinya kita bertemu. Maafkan aku.
Malaikat pun tersenyum kepada Ceres.
“Tidak apa-apa. Semua orang juga akan marah jika aku berbicara seperti itu. Aku juga harus minta maaf padamu. Karena tidak seharusnya menggoda wanita cantik yang baru saja mati. Hahahaha”, goda malaikat.
“Iiiih, kamu malaikat yang menyebalkan!”, Ceres memukul malaikat dengan kekuatannya yang tentu saja tidak seberapa.
“Iya, iya. Maafkan aku. Kamu juga tidak seharusnya bercanda mesra dengan orang asing seperti ini lho, nanti pacarmu di bumi bisa cemburu”
Ceres pun berhenti memukul sang malaikat, dan senyum yang baru saja muncul itu pun ikut terhenti. Kini ia kembali bersedih.
“Dia bukan pacarku”
“Lalu siapa? Kau bilang kau sangat mencintainya, dan dia pun mencintaimu kan?”
“Iya, aku mencintainya. Tapi aku tidak pernah tau apakah ia juga mencintaiku. Dia selalu saja menggodaku dengan kata-kata mesra seperti aku-hanya-satu-satunya-di-hatinya. Padahal jelas-jelas dia masih pacaran dengan Pleiades. Itu membuatku sakit hati”
“Lalu, mengapa kamu terus mencintainya, jika dia tidak mencintaimu?”
“Aku tidak bisa. Aku merasa seperti, seperti dia yang ditakdirkan untukku. Aku tidak punya kekuatan untuk menjauh darinya. Tapi lagi-lagi, perasaan itu hanya aku saja yang merasakannya”
“Dia tidak pernah menyatakan cinta padamu”
“Tidak, tidak pernah. 3 tahun kami bersama. Seharusnya itu cukup untuk membuatnya memilih aku”
“Jika sudah seperti itu, mengapa kamu tetap yakin dia itu cinta sejatimu?”
“Aku tidak. Hatiku yang mempercayainya”
“Hmm, ini menarik sekali”, malaikat tersenyum penuh arti.

“Apa? apa maksudmu”
“Menurutmu, jika kau terlahir sekali lagi, akankah dia yang akan tetap menjadi cinta sejatimu?”
“Tentu saja”, jawab Ceres yakin.
“Kalau begitu, mau taruhan”
“Taruhan seperti apa”
“Aku akan memberimu kesempatan sekali lagi untuk hidup di bumi. Aku memberimu waktu 31 hari untuk menemukan cinta sejatimu. Apakah kau yakin akan bisa bersamanya lagi”
“Benarkah? Aku senang sekali. Tentu saja kali ini aku akan membuatnya mengakui bahwa aku ini juga cinta sejatinya. Terima kasih malaikat.”, Ceres kegirangan.
“Tapi tunggu dulu. Ini semua ada syaratnya”
“Syarat? Syarat apa?”
“Semua ingatanmu tentangnya, dan tentang kematianmu akan hilang. Kau tidak akan mengenal dia siapa. Di hari ke-31 aku akan menjemputmu dan mengembalikan ingatanmu, pada hari itu pula kita akan tau apakah kalian benar-benar masih menjadi cinta sejati meski kehidupan telah berubah”
“Tapi, tapi itu sulit sekali. Kamu hanya memberikan aku waktu 31 hari dan aku tidak bisa mengenalinya juga tidak bisa mengingat tentang diriku. Bagaimana bisa?”
“Tadi kamu bilang hatimu bisa. Apa kamu sendiri mulai meragukan cinta sejatimu?”, sindir malaikat.
“Tentu saja tidak. Aku akan buktikan padamu bahwa kami memang cinta sejati. Aku akan menemukannya walaupun aku tidak mengenalnya, ya, hatiku yang akan menemukannya”, ucap Ceres optimis.
###
Orion terbangun dan mendapati dirinya di tempat tidur.
“Mimpi?”, gumam Orion.
Ia beranjak dan melihat ke luar jendela. Hari masih berlanjut sama. Tapi kenangan 31 hari bersama Ceres itu terasa begitu nyata...
###
“Ceres. Kamu masih terlihat di langitku. Sangat jelas. Mungkinkah ini artinya, sebenarnya kamu tidak pernah pergi, tidak pernah menghilang?”

end

No comments:

Post a Comment